1.
Pengertian Emosi
Emosi adalah
semua jenis perasaan yang ada dalam diri seseorang. Emosi memiliki peranan yang
besar dalam dinamika jiw dan mengendalikan tingkah laku seseorang.
Samsu
Yusuf mencontohkan
sebagai berikut :
a.
Emosi dapat memperkuat semangat apabila
seseorang merasa puas dan senang atas hasil yang dicapainya.
b.
Emosi dapat melemahkan semangat apabila
timbul rasa kecewa atas kegagalan.
c.
Emosi dapat menghambat atau mengganggu
konsentrasi belajar ketika ada kegagalan, ketegangan perasaan seperti gugup
misalnya.
d.
Emosi dapat mengganggu penyesuaian
social, misalnya iri hati dan cemburu.
e.
Suasana emosional yang dialami pada
masa kecil akan mempengaruhi sikapnya baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap orang lain.
2.
Pengertian Kecerdasan Emosi
Kecerdasan
emosi adalah kemampuan untuk menenali perasaan diri sendiri, perasaan orang
lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain.
Kecerdasan
Emosisonal atau Emotional Quotient (EQ) semakin perlu dicermati karena
kehidupan manusia semakin kompleks. Kompleksnya kehidupan manusia membawa
dampak yang buruk terhadap kehidupan emosional individu, hasil survey Daniel Goleman menunjukkan kecenderungan
yang sama di seluruh dunia, bahwa generasi sekarang lebih banyak mengalami
kesulitan emosional daripada generasi sebelumnya. Mereka lebih kesepian dan
penurung, lebih beringas dan kurang menghargai sopan santun, lebih gugup, mudah
cemas, lebih meledak-ledak (impulsif dan regresif).
Goleman juga
menemukan bahwa banyak juga orang yang gagal dalam hidupnya bukan karena
rendahnya kecerdasan intelektualnya, namun karena kurang memiliki kecerdasan
emosional. Sebaliknya tidak sedikit orang yang berhasil dalam kehidupannya
meskipun IQ-nya rata-rata saja, tetapi kecerdasan emosionalnya tinggi.
Jeanne Seagel
mencontohkan beberapa kasus tentang peranan EQ terhadap seseorang, yaiut :
- Kasus Ana, menggambarkan orang yang ber-EQ rendah akibatnya sulit bergaul dan kesepian.
- Kasus Hilman, IQ-nya tinggi tetapi EQ-nya rendah. Ia hanya menjadi seorang reparasi alat panggang roti.
- Kasus Tono, seorang Dokter gigi yang sering ditinggalkan pasien-pasiennya karena cerewet dan sering berbicara kasar. EQ sang Dokter rendah sekali.
EQ atau
kecerdasan emosional itu tumbuh, dipupuk, dipelajari melalui proses belajar dan
direspons melalui pengalaman hidup sejak seseorang lahir hingga meninggal. Pertumbuhan
dan perkembangan EQ dapat dipengaruhi oleh lingkungan baik lingkungan keluarga
maupun masyarakat.
Menurut Daniel
Goleman, ada beberapa kemampuan yang menyebabkan seseorang mempunyai EQ tinggi.
Kemampuan tersebut adalah :
- Kemampuan memahami atau mengenali emosi diri, yaitu kesadaran diri untuk mengenali perasaan apada waktu perasaan itu terjadi.
- Kemampuan mengelola emosi, yaitu mampu menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat.
- Kemampuan memotivasi diri, yaitu kemampuan untuk menata emosi untuk mencapai tujuan, selalu meyakinkan diri sendiri untuk terus berusaha, tetap bergairah dan antusias terhadap segala yang ingin kita capai.
- Kemampuan mengenali emosi orang lain, yaitu kemampuan untuk dapat berempati terhadap orang lain.
- Kemampuan untuk membina hubungan, yaitu kemampuan untuk dapat menularkan perasaan positif kepada orang lain.
Seseorang yang
secara emosi tidak cerdas biasanya :
- Bersifat agresif.
- Cenderung berpikir negatif.
- Malas dan lebih suka melakukan kegiatan untuk menyenangkan diri secara berlebihan.
- Lebih mementingkan diri sendiri (egois).
- Tidak mampu menentukan tujuan.
- Cepat cemas dan depresi.
- Menarik diri dari pergaulan.
- Suka memanfaatkan kelemahan orang lain.
- Tidak sopan.
- Kurang percaya diri.
Seseorang yang
secara emosi bermasalah tentu akan sulit untuk mempelajari sesuatu. Remaja yang
pemarah, cepat stress dan depresi biasanya malas untuk membuka diri dan
menerima pengalaman belajar baru.
Menurutmu,
cerdaskah kamu secara emosional???
3.
Pengendalian Diri
Tujuan akhir
pengendalian diri adalah untuk mencapai kesuksesan atau keberhasilan.
Perjalanan hidup itu sangat dinamis, kadang berliku, menuru atau mendaki. Medan kehidupan yang
demikian itu menuntut kita harus menguasai sejumlah kompetensi hidup antara
lain pengendalian diri.
a.
Pengendalian suasana hati
Hati atau qolbu
adalah pusat kekuatan jiwa. Suasana hati sangat mudah berubah, sejalan dengan
dinamika kehidupan yang dialami seseorang. Hati akan menentukan apakah
seseorang menjadi mulia atau hina. Hati/qolbu yang membimbing tubuh kita.
Mengendalikan
hati berarti selalu membersihkan hati/qolbu sehingga senantiasa memancarkan
rasa syukur, rendah hati, kasih saying dan optimis.
b.
Pengendalian pikiran dan visi
Dimensi piker
akan membuahkan hasil atau penentu sikap dan perilaku seseorang. Seseorang yang
memiliki persepsi/pikiran benar (positif) akan membentuk suatu proses
(aktivitas) yang benar juga (positif). Tentu hasil akhirnya juga benar
(positif).
Pengendalian
pikiran dapat dilakukan dengan mengawasi apa isi terbanyak dalam pikiran kita
(subjek apa yang mendominasi pikiran?).
Pikiran hanya
sibuk dengan diri sendiri, ini adalah indikator egoisme.
Pikiran yang
penuh dengan urusan uang, harta, gelar, jabatan dan keduniawian lainnya, ini
juga berati indikator materialisme.
Cara lain untuk
mengendalikan pikiran adalah dengan berpikir holistik.
Ir. Ary
Ginanjar menyebutkan berpikir melingkar yakni dengan mempertimbangkan semua
dimensi.
c.
Pengendalian nafsu/hasrat
Maslow
menyebutkan bahwa motif-motif yang mendorong manusia bertingkah laku adalah
keinginan memuaskan kebutuhan. Hastar dan nafsu untuk memenuhi kebutuhan
tersebut hendaknya tetap terkendali dan dilandasi nilai-nilai keimanan.
0 komentar:
Posting Komentar